ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS,
EPISTEMOLOGIS DAN AKSIOLOGIS
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Secara umum eksistensialisme
menekankan pilihan kreatif, subyektifitas pengalaman manusia, dan tindakan
konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema untuk hakikat manusia.
Menurut Parkay (1998), terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme,yang bersifat theasik (bertuhan), yang lainnya atheasik. Theasik memiliki pemikiran bahwa menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, Orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan.
Menurut Parkay (1998), terdapat dua aliran pemikiran eksistensialisme,yang bersifat theasik (bertuhan), yang lainnya atheasik. Theasik memiliki pemikiran bahwa menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum eksistensialis Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, Orang-orang dapat secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan.
Filosof
Spanyol Miguel de Unamuno mengungkapkan posisi ini, “Biarkan kehidupan diyakini
dalam suatu cara, yang dengannya dedikasi pada ketuhanan dan nilai-nilai yang
tertinggi, walaupun jika hal itu merupakan penghancuran yang menghindari kita,
yang akan merupakan ketidakadilan”. Eksistensialisme atheistik memiliki
pemikiran bahwa pendirian tersebut (theistik) merendahkan kondisi manusia.
Dikatakan bahwa kita harus mempunyai suatu fantasi agardapat tinggal dalam
kehidupan tanggung jawab moral. Pendirian semacam itu membebaskan manusia dari
tanggung jawab untuk berhubungan dengan kebebasan pilihan sempurna yang
dimiliki kita semua. Pendirian itu juga menyebabkan mereka menghindari fakta
yang “didapat itu terlepas”, “kita sendirian, dengan tidak ada maaf”, dan “kita
terhukum agar bebas”.
Eksistensialisme
tidak harus dipandang sebagai sebuah aliran filsafat dalam arti yang sama
sebagaimana tradisi filsafat sebelimnya. Eksistensialisme mempunyai ciri,
diantaranya:
a. Penolakan
untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu.
b. Tidak
mengakui adekuasi sistem filsafat dan ajaran keyakinan agama.
c. Sangat
eksistensi, tidak puas dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat
dangkal, akademis dan jau dari kehidupan.
2.
Eksistensialisme
menurut para tokoh, yaitu:
a) Gabriel
Marcel (1889-1978)\
Marcel adalah filsuf Perancis yang bertitiktolak
dari eksistensi. Sudah sejak tahun 1925, sebelum Kierkegaard dan filsuf
eksistensialisme lain membicarakan eksistensi, Marcel telah menulis artikel
yang berjudul Eksistensi dan objektivitas. Eksistensi adalah saya tidak
menyadari siuasi saya itu. Menurut Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas
dan tidak pernah dapat dijadikan objektifitas. Bahwa eksistensi adalah suatu
situasi kongkrit saya sebagai subjek dalam dunia.
b) Jean
Paul Sartre (1905-1980)
Titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali
kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri (cogito).Kesadaran itu
tidak bersifat tertutup, melainkan intensional (menurut kodratnya terarah pada
dunia). Bahwa kesadaran itu adalah kesadaran diri, tetapi kesadaran akan diri
ini tidak sama dengan pengalaman tentang dirinya.
3.
Macam-
Macam Eksistensialisme Filsafat Pendidikan
v Eksistensialisme
sebagai filsafat pendidikan keagamaan
Bahwa filsafat pendidikan eksistensialisme merupakan
reaksi terhadap filsafat pendidikan perenialis dan perbedaannya terletak pada
kenyataan bahwa yang pertama menempatkaneksistensi kehidupan agama.
v Eksistensialisme
sebagai filsafat humanis eksistensialis
Karakteristik
filsafat ini adalah analisa yang interpretasi fenomena krisis yang mana
mengganti nilai-nilai yang lama dengan nilai yang baru.
v Eksistensialisme
sebagai filfafat humanisme ilmiah
Filsafat ini mendasarkan asas-asas filsafat pada kepercayaan atas kebebasan manusia dan
penghormatan atas martabat individu.
4.
Ciri-Ciri
Eksistensialisme
ü Filsafat
eksistensialisme sebagai modern eropa barat
Dunia barat menganggap dunia kehidupan ini sebagai
dunia yang berguna untuk dinikmati, akan tetapi dirasakan sebagai kekosongan,
kehampaan dan kesunyian yang tidak terhingga.
ü Eksistensialisme
adalah filsafat reaksi
Filsafat eksistensialisme merupakan filsafatreaksi
baik terhadap aliran idealisme dan naturalisme eksistensialisme adalah
reaksi naturalisme matrealisme karena
manusia diletakkan pada dasar yang sama dengan benda, sehingga manusia dianggap
sebagai mesin yang sama diatur menurut hukum mekanis dan berjalan secara
mekanistis. Bahwa manusia itu bukan makhluk individual dan makhluk yang
memiliki tanggung jawab tetapi sebagai materi apabila sudah terpenuhi kebutuhan
materinya maka telah terpenuhilah martabat kemanusiannya.
ü Eksiistensialisme
sebagai filsafat humanis
Aliaran ini mengatakan menolak terhadap segala macam
nilai mutlak absolute yang universal dan rasional. Aliran ini mengharapkan pada
pandangan yang mengakui kenyataan bahwa manusia adalah subjek yang memberikan
nilai dan memberikan arti hidup kepribadian dirinya.
ü Eksistensialisme
sebagai fisafat konflik krisis
Filsafat ini mencerminkan pada banyak pemikiran
serta pertentangan dengan kenyataan konversional yang berlaku, sehingga sulit
dimengerti dan dipahami.
5.
Beberapa
Pandangan Eksistensialisme
a.
Pandangan
Ontologi Eksistensialisme
Masalah
ontologis berkaitan erat dengan tujuan pendidikan yang ingin di capai, yang
erat kaitannya dengan landasan filosofis pendidikan yang menjadi acuan
perumusan tujuan yang lebimenuhan diri secara umum. Tujuan pendidikan adalah
untuk mendorong setiap individuagar mampu mengembangkan semua potensinya untuk
pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik
berkaitan dengan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum
tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.
Kaum
eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu
berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu
tingkatan kepekaan personal. Kurikulum yang ideal yaitu kurikulum yang memberi
para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan, melaksanakan, pencarian mereka sendiri, dan menarik
kesimpulan mereka sendiri.
b.
Pandangan
Epistemologi Eksistensialisme (hakekat pengetahuan)
Epistemologi adalah berkaitan
dengan isi pendidikan yang menjadi landasan pengetahuan dalam rangka membekali
subyek didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif. Landasan
epistemologis merupakan penjabaran dari landasan ontologis yang menjadi rujukan
tujuan yang akan dicapai. Jujun S.
Suriasumantri (1982), menjelaskan bahwa epistemologi adalah suatu cabang
filsafat yangmembahas secara mendalam tentang segenap proses yang terlihat
dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.
Ilmu
merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan
metode keilmuan. Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh
filsafat fenomenologi, suatu pandangan yang menggambarkan penampakan
benda-benda dan peristiwa-peristiwa sebagaimana benda tersebut menampakkan
dirinya terhadap kesadaran manusia. Pengetahuan manusia tergantung pada
pemahamannya tentang realitas, tergantung pada interpretasi manusia pada
realitas.
c.
Pandangan
Aksiologi Eksistensialime (hakekat penilaian)
Pandangan
ini menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita
dalam dirinya sendiri, melainkan suatu potensi untuk suatu tindakan. Menurut
Noor Syam, bahwa pendidika secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan
nilai-nilai terutama yang meliputi kualitas
kecerdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang semuanya tersimpul
didalam tujuan pendidikan yakni membina kepribadian ideal. Implikasi dari
landasan aksiologi terhadap pendidikan, memberi wawasan kepada pendidik atau
guru untuk dapat secara kreatif mencari makna dan nilai manfaat dari ilmu,
serta metode dan strategi belajar yang efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan pembelajara yang baik.
Peranan
guru dalam pemikiran eksistensialisme, bahwa guru harus mampu membimbing dan mengarahkan
siswa dengan baik supaya siswa mampu berpikir relatif dengan cara memberi
pertanyaan-pertanyaan. Guru tidak memberi pengarahan dan tidak memberi
intruksi. Guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul
menhasilkan diskusi tentang mata pelajaran yang diajarkan. Diskusi merupakan
metode utama dalam pandangan eksistensialisme,. Siswa memiliki hak untuk
menolak interpretasi guru tentang pelajaran. Sekolah merupakan forum dimana
siswa mampu berdialog dengan temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan
siswa dalam pemenuhan dirinya.
Beberapa
peranan guru dalam menjalankan tugas kegiatan dalam pendidikan, antara lain:
Ø Menemukan
pembawaan pada anak didiknya dengan jalan observasi, wawancara, pergaulan, dan
angket.
Ø Menyajikan
jalan terbaik dan menunjukkan perkembangan yang baik.
Ø Menolong
anak didiknya dalam perkembangannya, supaya pembawaan buruk tidak dapat
berkembang.
Ø Mengadakan
evaluasi untuk mengetahui perkembangan anak didiknya.
Ø Memberikan
dan penyuluhan anak didiknya pada waktu mereka menghadapi kesulitan dengan cara
yang sesuai dengan kemampua anak didik dan tujuan yang dicapai.
Ø Dalam
menjalankan tugasnya, pendidik wajib selalu ingat bahwa anak sendirilah yang
berkembang berdasarkan bakat yang ada dalam dirinya.
Ø Pendidik
engadakan penilaian atas diri sendiri untuk mengetahui diri pribadinya yang
harus diperbaiki.
Ø Memilih
metode dan tehnik penyajian yang tidak saja disesuaikan dengan bahan atau isi
pendidikan yang akan disampaikan, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi anak
didiknya.
6.
KESIMPULAN
Eksistensialisme
merupakan suatu pemikiran yang memiliki pengaruh yang sangat luas dan pada
hakikatnya merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan umat manusia
sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapi. Implikasi dari
pembahasan masalah antropologis, ontologis, epistemologis dan aksiologis adalah
diperolehnya informasi tentang hakikat manusia, peranan perumusan tujuan
pendidikan , hakikat isi program pendidikan yang selayaknya diberikan anak
didik, dan nilai-nilai yang akan dicapai sebagai hasil pendidikan yang
diinginkan.
7.
REFERENSI
a. Prof.
Dr. H. Jalaludin dan Drs. Abdullah Idi, M.Ed . 2002. Filsafat Pendidikan. Jakarta. Gaya Media Pratama
b. Drs.
Uyoh Sadullod, M.Pd. 2011. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung. Alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ucapkan Salam