PELATIAHAN
PEMBENTUKAN KARAKTER PADA SISWA SMA
A.
Identifikasi Masalah
Siswa
merupakan orang yang belum mencapai pemikiran
tingkat dewasa, yang membutuhkan usaha untuk mencapai tingkat kedewasaan, bantuan
bimbingan dari orang lain yang telah dewasa guna melaksanakan tugas sebagai
salah satu makhluk tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara yang baik,
dan sebagai salah satu masyarakat serta sebagai suatu pribadi atau individu
yang baik. Dalam dunia pendidikan siswa merukapan orang yang menuntut ilmu
untuk mendapatkan ilmu agar hidup mereka kelak menjadi lebih baik dan berguna
untuk bangsa dan negara. Dalam lingkungan sekeloah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan siswa ataupun sekelompok siswa tidak bisa terpantau dengan baik
karena dalam lingkungan sekolah siswa-siswa yang ada begitu banyak jadi guru
tidak mungkin memperhatikan secara seksama kegiatan-kegiatan siswa atau
sekelompok siswa tersebut.
Siswa SMA masih belum memiliki pemikiran dewasa seolah-olah
apa yang mereka lakukan tidak akan merugikan siapa-siapa dan pemikiran mereka
masih labil mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang mereka tinggali, misalnya
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah sangat berpengaruh terhadap pemikiran
siswa mengenai tingkah laku atau akhlak yang baik. Dengan pemikiran mereka yang
masih belum dewasa membuat siswa akan berbuat sesuka hati tanpa menghiraukan
akibatnya contohnya dalam hal yang sangat menyedihkan jika dilihat sekarang ini
yaitu: siswa sering melanggar peraturan-peraturan yang ada di sekolah, siswa
sering mencontek saat ujian diselenggarakan, kurang bersikap baik terhadap
guru, suka berkelahi dengan teman satu sekolah, membuang sampah sembarangan dan
lain sebagainya. Perilaku seperti itu adalah perilaku yang tidak baik untuk
dilakukan seorang peserta didik.
Masalah yang sering timbul yang dilakuakn siswa ialah sering
melawan guru, mencontek saat ujian di selnggarakan dan masalah itu adalah
masalah yang sangat serius untuk diselesaikan agar tidak semakin parah dan
mengakibatkan hal-hal yang semakin buruk akan semakin tidak terkendali. Dengan
mereka melawan guru dan mencontek menunjukkan bahwa pelejaran akhlak yang ada
dalam sekolah mereka tidak mereka terapkan dalam kehidupan sekolah dan dengan
demikian mereka memiliki akhlah yang kurang baik. Aklhak yang kurang baik yang
ditunjukkan siswa dengan mereka melakukan kegiatan yang tidak ada gunanya
bahkan merugikan orang lain bahkan diri mereka sendiri. Pemikiran yang masih
labil juga sangat berpengaruh terhadap perbuatan yang mereka lakukan, perbuatan
yang buruk merupakan cerminan akhlak mereka yang kurang baik.
Idelanya sebagai siswa yang terdidik mereka bisa
berfikit lebih jauh mengenai hal-hal yang akan mereka lakukan apakah perbuatan
mereka baik untuk dilakukan atau tidak baik untuk dilakukan. Akan tetapi untuk
memiliki akhlak yang mulia sangatlah sulit apalagi masa-masa SMA merupakan masa
dimana pemikiran siswa masih labil, sehingga mereka melakukan hal-hal yang
membuat mereka merasa senang dan tanpa memikirkan baik dan buruk.
B.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan Umum
Membentuk Akhlak mulia pada diri siswa SMA
2.
Tujuan Khusus
a. Membentuk
pemikiran yang dewasa dalam memilih tindakan yang akan dilakukan siswa
b. Menanamkan
sikap sebagai anak yang terdidik
c.
Memberikan peringatan akan hal-hal
yang kurang baik yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
C.
Tes Acuan
Patokan
1.
Apa saja karakter yang ditanamkan
dalam lingkungan sekolah?
2.
Faktor apa saja yang dapat
membentuk karakter siswa?
D.
Materi
Pelatihan
1.
TIK 1:Karakter Pada Siswa
Judul materi: Jenis-jenis Kepribadian Manusia
dan Ciri-cirinya.
Sub materi: (Introvert, Ambievert, Extrovert).
2.
TIK 2: Pembentukan karakter siswa
Judul materi: Faktor-faktor pembentukan
karakter siswa
Sub materi: Warisan Biologis, Lingkungan
Fisik, Kebudayaan, Pengalaman Kelompok,
dan Pengalaman yang Unik.
Uraian Materi
Materi I
A.
Karakter Pada
Siswa
Diskripsi
Setelah
membaca materi ini peserta mampu mengetahui karakter yang baik dan yang buruk.
Adapun sistematika penjelasan materi meliputi:
1. Pengertian
karakter
2. Jenis-jenis
dan ciri-cirinya
B.
Uraian Materi
1. Pengertian
Karakter
Alwisol
menjelaskan pengertian karakter sebagai
penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk)
baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda
dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai.
Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud
tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen
serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
2. Jenis-jenis
kepribadian dan ciri-cirinya
a.
Introvert
(Introversion)
Introvert atau
Introversion adalah kepribadian manusia yang lebih berkaitan dengan dunia dalam
pikiran manusia itu sendiri. Jadi manusia yang memiliki sifat introvert ini
lebih cenderung menutup diri dari kehidupan luar. Mereka adalah manusia yang
lebih banyak berpikir dan lebih sedikit beraktifitas. Mereka juga orang-orang
yang lebih senang berada dalam kesunyian atau kondisi yang tenang, daripada di
tempat yang terlalu banyak orang:
Ciri-ciri Introvert:
a. Senang
menyendiri
b. Pemikir
c.
Pemalu
d. Pendiam
e. Lebih senang
bekerja sendirian
f.
Lebih suka berinteraksi secara
langsung dengan 1 orang (1 on 1 interaction)
g. Susah bergaul
(kuper)
h. Senang
berimajinasi
i.
Jarang bercerita, lebih suka
mendengarkan orang bercerita
j.
Senang dengan kegiatan yang tenang
(membaca, bermain komputer, memancing, bersantai dsb)
k.
Lebih senang mengamati dalam sebuah
interaksi
l.
Berpikir dulu baru
berbicara/melakukan
m. Lebih mudah
mengungkapkan perasaan dengan tulisan.
b.
Extrovert
(Extraversion)
Extrovert atau
Extraversion merupakan kebalikan dari Introvert. Manusia dengan kepribadian
extrovert lebih berkaitan dengan dunia di luar manusia tersebut. Jadi manusia
yang memiliki sifat extrovert ini lebih cenderung membuka diri dengan kehidupan
luar. Mereka adalah manusia yang lebih banyak beraktifitas dan lebih sedikit
berpikir. Mereka juga orang-orang yang lebih senang berada dalam keramaian atau
kondisi dimana terdapat banyak orang, daripada di tempat yang sunyi.
Ciri-ciri Extrovert:
a) Senang bersama
orang
b) Percaya diri (Kadang
bisa berlebihan)
c) Aktif
d) Lebih senang
bekerja kelompok
e) Lebih suka
berinteraksi dengan banyak orang sekaligus
f)
Gampang bergaul (supel)
g) Senang
beraktifitas
h) Lebih senang
bercerita, daripada mendengarkan orang bercerita
i)
Senang dengan kegiatan dengan
banyak orang (jalan-jalan, pergi ke konser, nongkrong, berpesta dsb)
j)
Lebih senang berpartisipasi dalam
sebuah interaksi
k) Berbicara/Melakukan
dulu baru berpikir
l)
Lebih mudah mengungkapkan perasaan
dengan kata-kata.
c.
Ambievert
(Ambiversion)
Ambievert atau Ambiversion adalah
kepribadian manusia yang memiliki 2 kepribadian, yaitu Introvert dan Extrovert.
Manusia dengan kepribadian ambievert dapat berubah-ubah dari introvert menjadi
extrovert, atau sebaliknya. Memiliki kepribadian ambievert ini bisa dibilang
baik, karena manusia tersebut bisa fleksibel untuk beraktifitas sebagai
introvert ataupun extrovert, serta dapat berinteraksi dengan introvert dan
extrovert dengan baik. Tidak seperti Introvert yang susah bergaul dengan
Extrovert dan sebaliknya. Namun, kekurangan dari kepribadian ini, karena
memiliki kepribadian di antara introvert dan extrovert, orang dengan
kepribadian ambievert jadi sering terlihat moody, karena sifatnya yang sering
berubah-ubah.
Uraian Materi
Materi II
A.
Pembentukan
Karakter Siswa
Diskripsi
Setelah
membaca materi ini peserta mampu mengetahui bagaimana membentuk karakter.
1. Unsur
Pembentukan Karakter
2. Proses
Pembentukan Karakter
3. Faktor-Faktor
Yang Berpengaruh Dalam Pembentukan Karakter
B.
Uraian Materi
1. Unsur
Pembentukan Karakter
Unsur
terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena yang di
dalam pikiranterdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman
hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk
sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bisa
mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan
prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan
hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan.
Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan.
Oleh karena itu, pikiran harus mendapatkan perhatian serius.
Tentang
pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat satu
pikiran yang memiliki ciri yang berbeda. Untuk membedakan ciri tersebut, maka
istilahnya dinamakan dengan sebagai berikut:
a) Pikiran sadar
(conscious mind) atau pikiran objektif
Pikiran sadar
(conscious) adalah pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan
menggunakan panca indra sebagai media dan sifat pikiran sadar ini adalah
menalar Terletak di bagian korteks otak bersifat logis dan analisis dengan
memiliki pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan otak. pikiran sadar bisa berperan
sebagai penjaga untuk melindungi pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
b) Pikiran bawah
sadar (subconscious mind) atau pikiran subjektif.
Pikiran bawah
sadar (subsconscious) adalah pikiran subjektif yang berisi emosi serta memori,
bersifat irasional, tidak menalar, dan tidak dapat membantah. Kerja pikiran
bawah sadar menjadi sangat optimal ketika kerja pikiran sadar semakin minimal.
terletak di
medulla oblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam kandungan. Pikiran
bawah sadar akan menjalankan apa yang telah dikesankan kepadanya melalui sistem
kepercayaan yang lahir dari hasil kesimpulan nalar dari pikiran sadar terhadap
objek luar yang diamatinya
Dengan
memahami cara kerja pikiran tersebut, kita memahami bahwa pengendalian pikiran
menjadi sangat penting. Dengan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke
arah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu
kebahagiaan. Sebaliknya, jika pikiran kita lepas kendali sehingga terfokus
kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus mendapatkan
penderitaan-penderitaan, disadari maupun tidak.
2. Proses
Pembentukan Karakter
Setiap
individu dihadapkan dengan permasalahan yang sama, yaitu kehidupan duniawi.
Akan tetapi respon yang berikan terhadap permasalahan tersebut berbeda-beda.
Ada yang hidup penuh semangat, sedangkan yang lainnya hidup penuh malas dan
putus asa. Ada yang hidup dengan keluarga yang damai dan tenang, sedangkan ada
juga yang hidup dengan kondisi keluarga yang berantakan. Ada yang hidup dengan
perasaan bahagia dan ceria, sedangkan yang lain hidup dengan penuh penderitaan
dan keluhan. Padahal setiap individu berangkat dari kondisi yang sama, yaitu
kondisi ketika masih kecil yang penuh semangat, ceria, bahagia, dan tidak ada
rasa takut atau pun rasa sedih.
Pertanyaannya
yang ingin diajukan di sini adalah “Mengapa untuk permasalahan yang sama, yaitu
kehidupan duniawi, kita mengambil respon yang berbeda-beda?” jawabannya
dikarenakan oleh kesan yang berbeda dan kesan tersebut dihasilkan dari pola
pikir dan kepercayaan yang berbeda mengenai objek tersebut. Untuk lebih jelas,
berikut penjelasannya.
Secara
alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima
tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar
(subconscious mind) masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus
yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan
lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya karakter
sudah terbangun. Pondasi tersebut adalah kepercayaan tertentu dan konsep diri.
Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu bercerai, maka seorang
anak bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa perkawinan itu penderitaan.
Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan rasa saling menghormati dengan
bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan menyimpulkan ternyata pernikahan itu
indah. Semua ini akan berdampak ketika sudah tumbuh dewasa.
Selanjutnya,
semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi,
internet, buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah pengetahuan yang
akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin besar untuk dapat
menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar
(conscious) menjadi semakin dominan. Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan
terhadap informasi yang masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat
sehingga tidak sembarang informasi yang masuk melalui panca indera dapat mudah
dan langsung diterima oleh pikiran bawah sadar.
Semakin
banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem kepercayaan dan pola
pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan, kebiasan, dan karakter unik
dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya
memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (self-image), dan
kebiasaan (habit) yang unik. Jika sistem kepercayaannya benar dan selaras,
karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan terus baik
dan semakin membahagiakan. Sebaliknya, jika sistem kepercayaannya tidak
selaras, karakternya tidak baik, dan konsep dirinya buruk, maka kehidupannya akan
dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan.
Kita
ambil sebuah contoh. Ketika masih kecil, kebanyakan dari anak-anak memiliki
konsep diri yang bagus. Mereka ceria, semangat, dan berani. Tidak ada rasa
takut dan tidak ada rasa sedih. Mereka selalu merasa bahwa dirinya mampu
melakukan banyak hal. Karena itu, mereka mendapatkan banyak hal. Kita bisa
melihat saat mereka belajar berjalan dan jatuh, mereka akan bangkit lagi, jatuh
lagi, bangkit lagi, sampai akhirnya mereka bisa berjalan seperti kita.
Akan tetapi,
ketika mereka telah memasuki sekolah, mereka mengalami banyak perubahan
mengenai konsep diri mereka. Di antara mereka mungkin merasa bahwa dirinya
bodoh. Akhirnya mereka putus asa. Kepercayaan ini semakin diperkuat lagi
setelah mengetahui bahwa nilai yang didapatkannya berada di bawah rata-rata dan
orang tua mereka juga mengatakan bahwa mereka memang adalah anak-anak yang
bodoh. Tentu saja, dampak negatif dari konsep diri yang buruk ini bisa membuat
mereka merasa kurang percaya diri dan sulit untuk berkembang di kelak kemudian
hari.
Padahal,
jika dikaji lebih lanjut, kita dapat menemukan banyak penjelasan mengapa mereka
mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Mungkin, proses pembelajaran tidak sesuai
dengan tipe anak, atau pengajar yang kurang menarik, atau mungkin kondisi
belajar yang kurang mendukung. Dengan kata lain, pada hakikatnya, anak-anak itu
pintar tetapi karena kondisi yang memberikan kesan mereka bodoh, maka mereka
meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yang buruk.
3. Faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian sebagai proses sosialisasi
mencakup:
a)
Warisan biologis.
b)
Lingkungan fisik.
c)
Kebudayaan.
d)
Pengalaman kelompok.
e)
Pengalaman unik.
a) Warisan Biologis
Semua manusia
yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, seperti mempunyai
dua tangan, panca indera, kelenjar seks, dan otak yang rumit. Persamaan
biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan
perilaku semua orang,Setiap warisan biologis seserang juga bersifat unik, yang
berarti, bahwa tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai
karakteristik fisik yang hampir sama, Beberapa orang percaya bahwa kepribadian
seseorang tidak lebih dari sekedar penampilan warisan biologisnya.
Karakteristik kepribadian seperti ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas,
kelainan seksual, dan ciri yang lain dianggap timbul dari
kecenderungan-kecenderungan turunan.
Bahkan ada
yang beranggapan, melalui tampilan fisik dapat diketahui bagaimana kepribadian
orang tersebut. Contoh dalam hal ini dapat dilihat dalam buku-buku primbon
Jawa, mulai dari fisik, rambut, kulit, bentuk muka, hingga tahi lalat.
Dewasa ini
tidak banyak lagi yang masih mempercayai anggapan ini. Pandangan sekarang ini
menyatakan bahwa kepribadian seseorang dibentuk oleh pengalaman. Sebenarnya
perbedaan individual dalam kemampuan, prestasi, dan perilaku hampir semuanya
berhubungan dengan lingkungan, dan bahwa perbedaan individu dalam warisan
biologis tidak begitu penting, Fenomena kontradiktif ini, antara “bawaan dan
asuhan”, berlangsung cukup lama, dan masing-masing memiliki penganut yang cukup
besar. Suatu penelitian terhadap 2.500 anak kembar siswa SLTA merupakan salah
satu langkah untuk mencari derajat kebenaran dari masing-masing anggapan
dikemukakan oleh Nichols (1977), hasilnya menyimpulkan bahwa hampir setengah
variasi di antara orang-orang dalam spektrum ciri-ciri psikologis yang luas
adalah akibat dari perbedaan karakteristik genetis, sedangkan setengahnya lagi
adalah akibat lingkungan.
Penelitian
lain dilaksanakan Medico-genetical Institute di Moskow, yang memisahkan seribu
pasangan anak kembar ketika masih bayi dan menempatkan mereka dalam lingkungan
yang terkendali untuk diamati selama 2 tahun. Hasilnya mendukung dengan jelas
suatu dasar keturunan dalam beberapa ciri, termasuk perbedaan kecerdasan,
Masalah warisan biologis/keturunan versus lingkungan pada dasarnya bukan hanya
masalah ilmiah, tetapi juga politis. Seperti gusarnya golongan Marxis (penganut
ajaran Marx) melihat bukti bahwa ada perbedaan dalam kecakapan bawaan, kalangan
konservatif (kolot, konvensional, tradisional) yang dengan senang hati
menggunakan bukti kecakapan warisan yang berbeda untuk memperoleh hak yang
berbeda, Perbedaan individual dalam warisan biologis adalah nyata, terlepas
dari apakah kenyataannya demikian menyebabkan seseorang bahagia atau tidak.
Untuk beberapa ciri, warisan biologis lebih penting daripada yang lain.
Misalnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa IQ anak angkat lebih mirip
dengan IQ orang tua kandungnya daripada dengan orang tua angkatnya (Horton,
1993). Namun, meskipun perbedaan individual dalam IQ tampaknya lebih banyak
ditentukan oleh keturunan daripada oleh lingkungan, banyak perbedaan yang
lainnya ditentukan oleh lingkungan. Suatu studi baru-baru ini menemukan bukti
bahwa faktor keturunan berpengaruh kuat terhadap keramah-tamahan, perilaku
kompulsif (memaksa) dan kemudahan dalam pergaulan sosial, tetapi faktor
keturunan tidak begitu penting dalam kepemimpinan, pengendalian dorongan
impulsif (cepat bertindak), sikap, dan minat.
Kesimpulannya,
bahwa warisan biologis penting dalam beberapa ciri kepribadian dan kurang
penting dalam hal-hal lain. Tidak ada kasus yang dapat mengukur pengaruh
keturunan dan lingkungan dengan tepat, tetapi banyak ilmuwan sependapat bahwa
apakah potensi warisan seseorang berkembang sepenuhnya, sangat dipengaruhl oleh
pengalaman sosial orang yang bersangkutan, Beberapa orang berpandangan bahwa
orang gemuk adalah periang, bahwa orang dengan kening yang lebar cerdas, bahwa
orang berambut merah berwatak mudah meledak/marah, bahwa orang dengan rahang
lebar mempunyai kepribadian yang kuat. Banyak keyakinan umum seperti itu telah
terbukti tidak benar ketika diuji secara empiris, meskipun kadang-kadang
ditemukan beberapa hubungan yang absah, Sebagaimana penelitian yang dilakukan
oleh Bar (1977) dengan membandingkan kelompok sampel berambut merah dengan
suatu kelompok kendali yang terdiri dari orang-orang dengan berbagai warna
rambut dan melaporkan bahwa watak si rambut merah umumnya memang lebih sering
meledak-ledak dan agresif. la mengemukakan adanya hubungan genetis antara
karakteristik fisik (rambut merah) dengan karakteristik kepribadian (mudah
meledak, agresif).
Penjelasan
lain menyatakan bahwa setiap karakteristik fisik didefinisikan secara sosial
dan kultural dalam setiap masyarakat (Horton, 1993). Misalkan, gadis gemuk
dikagumi di Dahomey. Suatu karakteristik fisik dapat menjadikan seseorang
cantik dalam suatu masyarakat dan menjadi “anak bebek buruk rupa” dalam
masyarakat lain. Oleh karena itu, karakteristik fisik tertentu menjadi suatu
faktor dalam perkembangan kepribadian sesuai dengan bagaimana ia didefinisikan
dan diperlakukan dalam masyarakat dan oleh kelompok acuan seseorang. Kalau orang
berambut merah diharapkan mudah meledak dan dibenarkan kalau marah, tidak
mengherankan bila mereka menjadi pemarah. Sebagaimana dinyatakan diatas, orang
menanggapi harapan perilaku dari orang lain dan cenderung menjadi berperilaku
seperti yang diharapkan oleh orang lain tersebut, Sebagai kesimpulan,
karakteristik fisik jarang menghasilkan sifat-sifat perilaku tertentu, harapan
sosial dan kulturallah yang menyebabkannya demikian.
b) Lingkungan
Fisik
Sorokin (1928)
menyimpulkan teori beratus-ratus penulis dari Conficius, Aristoteles, dan
Hipocrates sampai kepada ahli geografi Ellsworth Huntington, yang menekankan
bahwa perbedaan perilaku kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim,
topografi, dan sumber alam. Teori tersebut sesuai benar dengan kerangka
etnosentris (pandangan yang menyatakan anggota badan kita lebih baik
dibandingkan dengan lainnya, karena geografi memberikan keterangan yang cukup
baik dan jelas objektif terhadap kebajikan nasional dan sifat-sifat buruk orang
lain, Pada umumnya diakui bahwa lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian.
Bangsa Athabascans memiliki kepribadian yang dominan yang menyebabkan mereka
dapat bertahan hidup dalam iklim yang lebih dingin daripada daerah Arctic.
Orang
pedalaman Australia harus berjuang dengan gigih untuk tetap hidup, padahal
bangsa Samoa hanya memerlukan sedikit waktu setiap harinya untuk mendapatkan
lebih banyak makanan daripada yang bisa mereka makan. Malah sekarang beberapa
daerah hanya dapat menolong sebagian kecil penduduk yang tersebar sangat jarang,
dan kepadatan penduduk mempengaruhi kepribadian. Suku Ik dari Uganda sedang
mengalami kelaparan secara perlahan, karena hilangnya tanah tempat perburuan
tradisional, dan menurut Turnbull (1973) mereka menjadi sekelompok orang yang
paling tamak, paling rakus di dunia; sama sekali tidak memiliki keramahan,
tidak suka menolong atau tidak mempunyai rasa kasihan, malah merebut makanan
dari mulut anak mereka dalam perjuangan mempertahankan hidup. Suku Quolla dari
Peru digambarkan oleh Trotter (1973) sebagai sekelompok orang yang paling keras
di dunia, dan ia menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia (menurunnya
kandungan glukosa darah) yang timbul karena kekurangan makanan, Jelaslah bahwa
lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian dan perilaku. Namun, dari lima faktor
tersebut di atas, lingkungan fisik merupakan faktor yang paling tidak penting,
jauh kurang pentingnya dari faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, atau
pengalaman unik.
c) Kebudayaan
Beberapa
pengalaman umum bagi seluruh kebudayaan, dimana bayi dipelihara atau diberi
makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, belajar berkomunikasi
melalui bahasa, mengalami hukuman dan menerima imbalan/pujian dan semacamnya,
serta mengalami pengalaman lain yang umum dialami oleh jenis manusia, Setiap
masyarakat sebenarnya memberikan pengalaman tertentu yang tidak diberikan oleh
masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial yang sebenarnya yang
umum bagi seluruh anggota masyarakat tertentu, timbullah konfigurasi
kepribadian yang khas dari anggota masyarakat tersebut. DuBois menyebutnya
sebagai “modal personality” (diambil dari istilah statistis “mode” yang mengacu
pada suatu nilai yang paling sering timbul dalam berbagai seri).
Beberapa
contoh dari pengaruh unsur kebudayaan terhadap kepribadian, sebagaimana kasus
suku Dobu di Melanisia (Horton, 1993). Anak suku Dobu yang lahir ke dunia hanya
pamannya yang mungkin menyayanginya, terhadap siapa ia akan menjadi ahli
warisnya, Ayahnya yang lebih tertarik kepada anak-anak saudara perempuannya biasanya
membencinya, karena si ayah harus menunggu sampai anak tersebut disapih untuk
dapat melakukan hubungan seksual dengan ibunya. Sering juga ia tidak diharapkan
oleh ibunya dan tidak jarang terjadi pengguguran, Hidup suku Dobu diatur oleh
ilmu sihir, penyebab kejadian bukan berasal dari alam; semua gejala
dikendalikan oleh ilmu sihir yang telah dikenakan terhadap seseorang dan
menyebabkan balas dendam dari keluarganya. Bahkan mimpipun diinterpretasikan
sebagai sihir. Malah nafsu seksual tidak akan muncul apabila tidak menanggapi
penyihiran cinta orang lain, yang membimbingnya menuju kepadanya, sementara
daya sihir cinta seseorang menunjukkan keberhasilannya. Setiap orang Dobu
selalu merasa takut akan diracun. Makanan dijaga dengan waspada pada waktu dimasak
dan hanya dengan beberapa orang tertentulah orang Dobu bersedia makan bersama.
Setiap saat setiap desa melindungi diri dari semua pasangan yang berkunjung
dari desa lain, dan semua tamu ini tidak dapat dipercayai oleh yang punya rumah
dan para tamu sendiri tidak saling percaya. Sungguh tidak seorang pun dapat
dipercaya penuh; para suami cemas terhadap sihir isterinya dan takut terhadap
mertua. Sepintas lalu, hubungan sosial di Dobu adalah cerah dan sopan meskipun
keras dan tanpa humor. Pertentangan hanyalah sedikit, karena menghina atau
bermusuhan berbahaya. Namun, teman-teman juga berbahaya. Persahabatan mungkin
merupakan awal pengracunan atau pengumpulan bahan (rambut, kuku tangan) yang
berguna untuk menyihir.
Kepribadian
yang berkembang dalam kebudayaan semacam itu? setiap orang Dobu bersifat
bermusuhan, curiga, tidak dapat dipercaya, cemburu, penuh rahasia, dan tidak
jujur. Sifat-sifat ini merupakan tanggapan yang rasional, karena orang Dobu
hidup dalam dunia yang penuh kejahatan, dikelilingi musuh dan tukang sihir,
Pada akhirnya mereka yakin akan dihancurkan. Walaupun mereka melindungi diri
dengan sihir mereka, tetapi mereka tidak pemah merasakan perlindungan yang
nyaman. Mimpi buruk mungkin menyebabkan mereka terkapar di tempat tidur
berhari-hari. dan ini adalah suatu hal yang nyata, benar bukan
hayalan/irasional, Contoh kasus lain adalah yang terjadi pada suku Zuni di
Meksiko, yang diidentifikasikan sebagai bangsa yang tenang dalam lingkungan
yang sehat secara emosional. Kelahiran anak disambut dengan hangat,
diperlakukan dengan kemesraan yang lembut dan banyak mendapat kasih sayang.
Tanggung jawab dalam mendidik anak sungguh besar dan menyebar; seorang anak
akan ditolong atau diperhatikan oleh setiap orang dewasa yang ada. Menghadapi
benteng orang dewasa yang terpadu, anak-anak jarang berperilaku salah; dan
sekalipun mungkin dikata-katai, tetapi jarang dihukum. Rasa malu adalah alat
kendali yang paling utama yang sangat sering ditimbulkan di depan orang lain,
Berkelahi dan perilaku agresif sangat tidak disetujui dan orang Zuni dididik
untuk mengendalikan nafsu mereka pada usia muda. Pertengkaran terbuka hampir
tidak tampak. Nilai-nilai orang Zuni menekankan hormat, kerja sama dan
ketiadaan persaingan, agresivitas atau keserakahan. Ketidakwajaran dalam segala
bentuk ditolak, dan alkohol umumnya ditolak karena mendorong perilaku yang
tidak wajar. Harta dinilai untuk penggunaan langsung, bukan untuk prestise atau
simbol kekuasaan.
Walaupun orang
Zuni tidak ambisius, mereka memperoleh kekuasaan melalui pengalaman dalam
upacara, nyanyian, dan fetis agama. Seorang yang “miskin” bukanlah orang yang
tidak memiliki harta, tetapi orang yang tidak memiliki sumber dan hubungan yang
bersifat upacara (seremonial). Kehidupan upacara memenuhi setiap segi kehidupan
orang Zuni.
Kerja sama,
perilaku yang wajar dan minimnya individualisme meresap dalam perilaku orang
Zuni. Milik pribadi tidaklah penting dan siap untuk dipinjamkan pada orang
lain. Anggota rumah tangga yang bersifat matrilineal bekerja bersama sebagai
suatu kelompok dan hasil tanaman disimpan dalam gudang umum. Setiap orang
bekerja untuk kepentingan
kelompok,
bukan untuk kepentingan pribadi. Peran pemimpin jarang dicari tetapi harus
dipaksakan pada seseorang. Isyu dan perselisihan diselesaikan secara wajar
bukan dengan permohonan pada penguasa atau dengan mempertunjukkan kekuasaan
atau dengan perdebatan yang berkepanjangan, tetapi dengan diskusi yang lama dan
sabar. Keputusan mayoritas sederhana tidak menyelesaikan persoalan secara
menyenangkan, kesepakatan (konsensus) perlu dan kesepakatan bulat diharapkan.
Bagaimana
perkembangan kepribadian orang Zuni? sangat bertentangan dengan kepribadian
normal di antara orang Dobu. Bila bangsa Dobu bersifat curiga dan tidak dapat
dipercaya, bangsa Zuni mempunyai kepercayaan diri dan dapat dipercaya; bila
bangsa Dobu cemas dan merasa tidak aman, bangsa Zuni merasa aman dan tentram.
Bangsa Zuni umumnya memiliki watak yang suka mengalah dan pemurah, sopan dan
suka bekerja sama. Bangsa Zuni adalah orang-orang konformis yang tanpa pikir,
karena menjadi seseorang yang nyata-nyata berbeda dari orang lain dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok itu sangat cemas. Hal ini membantu
mengendalikan perilaku tanpa perasaan berdosa dan bersalah yang banyak
ditemukan dalam banyak masyarakat, Bertolak dari contoh di atas, dapat
diketahui ada beberapa segi dari kebudayaan yang mempengaruhi proses
perkembangan kepribadian, yaitu norma-norma kebudayaan masyarakat dan proses
sosialisasi diri, Norma-norma kebudayaan yang ada dalam lingkungan masyarakat
mengikat manusia sejak saat kelahirannya. Seorang anak diperlakukan dalam
cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat
pengaruh umum, yang sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Linton
mengatakan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum
terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan masyarakat, Pengaruh-pengaruh
ini berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain, tetapi semuanya merupakan
denominator pengalaman bagi setiap orang yang termasuk ke dalam masyarakat
tersebut.
Penelitian
dalam soal perkembangan kepribadian dalam kebudayaan juga telah gagal dalam
membuktikan teori Freud tentang hasil cara mengasuh anak yang khusus. Dimana
hasilnya menunjukkan bahwa suasana lingkungan keseluruhan merupakan hal penting
dalam perkembangan kepribadian, bukan cara tertentu yang spesifik. Apakah
seorang anak diberi susu ASI atau susu botol, tidaklah penting; yang penting
adalah apakah cara pemberian susu itu dilakukan dalam kondisi yang merupakan
suasana mesra dan penuh kasih sayang dalarn dunia yang hangat dan aman; atau
kejadian biasa yang terburu-buru dalam situasi yang tanpa perasaan, kurang
tanggap dan tidak akrab, Seorang bayi lahir ke dunia ini sebagai suatu
organisme kecil yang egois yang penuh dengan segala macam kebutuhan fisik.
Kemudian ia menjadi seorang manusia dengan seperangkat sikap dan nilai,
kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan serta maksud, pola reaksi, dan konsep yang
mendalam serta konsisten tentang dirinya. Setiap orang memperoleh semua itu
melalui suatu proses yang disebut sosialisasi.
Sosialisasi
adalah suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah
dagingkan-internalize) norma-nonna kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah
“diri” yang unik.
d) Pengalaman
Kelompok
Pada awal
kehidupan manusia tidak ditemukan apa yang disebut diri. Terdapat organisme
fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian bayi mencoba merasakan
batas-batas tubuhnya, mereka mulai mengenali orang. Kemudian beranjak dari nama
yang membedakan status menjadi nama yang mengidentifikasi individu, termasuk
dirinya. Kemudian mereka menggunakan kata “saya” yang merupakan suatu tanda
yang jelas atas kesadaran diri yang pasti. Suatu tanda bahwa anak tersebut
telah semakin sadar sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya, Dengan
kematangan fisik serta akumulasi pengalaman-pengalaman sosialnya anak itu
membentuk suatu gambaran tentang dirinya. Pembentukan gambaran diri seseorang
mungkin merupakan proses tunggal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian,
Pengalaman sosial merupakan suatu hal penting untuk pertumbuhan manusia.
Perkembangan kepribadian bukanlah hanya sekedar pembukaan otomatis potensi
bawaan. Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian manusia tidak berkembang. Bahkan
dapat dikatakan bahwa manusia membutuhkan pengalaman kelompok yang intim bila
mereka ingin berkembang sebagai makluk dewasa yang normal.
Keberadaan
kelompok dalam masyarakat merupakan suatu hal penting dalam perkembangan
kepribadian seseorang, karena kelompokkelompok ini merupakan model untuk
gagasan atau norma-norma perilaku seseorang. Kelompok semacam itu disebut
kelompok acuan (reference group). Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok
yang terpenting, karena kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang
dimiliki bayi selama masa-masa yang paling peka. Semua yang berwenang setuju
bahwa ciri-ciri kepribadian dasar dari individu dibentuk pada tahun-tahun
pertama ini dalam lingkungan keluarga. Kemudian, kelompok sebaya (peer group),
yakni kelompok lain yang sama usia dan statusnya, menjadi penting sebagai suatu
kelompok referens. Kegagalan seorang anak untuk mendapatkan pengakuan sosial
dalam kelompok sebaya sering diikuti oleh pola penolakan sosial dan kegagalan
sosial seumur hidup. Apabila seorang belum memiliki ukuran yang wajar tentang
penerimaan kelompok sebaya adalah sulit, kalau tidak dapat dikatakan mustahil,
bagi seorang untuk mengembangkan gambaran diri yang dewasa sebagai seorang yang
berharga dan kompeten, Kelompok acuan ini dalam perkembangannya mengalami pergantian
seiring dengan usia dan aktifitas individu yang bersangkutan. Hanya perlunya
disadari bahwa dari ratusan kemungkinan kelompok referens yang menjadi penting
bagi setiap orang dan dari evaluasi kelompok ini gambaran diri seseorang secara
terus-menerus dibentuk dan diperbaharui, Oleh karena itu, tidaklah salah kalau
dikatakan bahwa setiap individu bisa menjadi acuan atau referens bagi individu
lainnya dalam pembentukan kepribadian yang bersangkutan, demikian juga
sebaliknya, Masyarakat yang kompleks/majemuk memiliki banyak kelompok dan
kebudayaan khusus dengan standar yang berbeda dan kadangkala bertentangan.
Seseorang dihadapkan pada model-model perilaku yang pada suatu saat dipuji
sedang pada saat lain dicela atau disetujui oleh beberapa kelompok dan dikutuk
oleh kelompok lainnya. Dengan demikian seorang anak akan belajar bahwa ia harus
“tangguh” dan mampu untuk “menegakkan haknya”, namun pada saat yang sama ia pun
harus dapat berlaku tertib, penuh pertimbangan dan rasa hormat. Dalam suatu
masyarakat di mana setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok dengan standar
dan nilai yang berbeda, setiap orang harus mampu menentukan cara untuk
mengatasi tantangan-tantangan yang serba bertentangan.
e) Pengalaman
yang Unik
Mengapa
anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama sedemikian
berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka pernah mendapatkan
pengalaman yang sama? Masalahnya adalah karena mereka tidak mendapatkan
pengalaman yang sama; mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam
beberapa hal dan berbeda dalam beberapa hal lainnya, Setiap anak memasuki suatu
unit/kesatuan keluarga yang berbeda. Anak yang dilahirkan pertama, yang
merupakan anak satu-satunya sampai kelahiran anak yang kedua, kemudian akan
mempunyai adik laki-laki atau perempuan dengan siapa ia dapat bertengkar. Orang
tua berubah dan tidak memperlakukan sama semua anak-nya. Anak-anak memasuki
kelompok sebaya yang bebeda, mungkin mempunyai guru yang berbeda dan berhasil
melampaui peristiwa yang berbeda pula, Sepasang anak kembar mempunyai warisan
(heredity) yang identik dan (kecuali bila dipisahkan) lebih cenderung
memperoleh pengalaman yang sama. Mereka berada dalam suatu keluarga
bersama-sama, seringkali mempunyai kelompok sebaya yang sama, dan diperlakukan
kurang lebih sama oleh orang lain; akan tetapi bahkan anak kembar pun
tidakalami bersama seluruh peristiwa dan pengalaman. Karena pengalaman setiap
orang adalah unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sendiripun tidak ada
yang secara sempurna dapat menyamainya.
Suatu
inventarisasi dari pengalaman sehari-hari berbagai anak-anak dalam suatu
keluarga yang sama akan mengungkapkan banyaknya perbedaan. Maka setiap anak
(terkecuali anak kembar yang identik) mempunyai warisan biologis yang unik,
yang benar-benar tidak seorangpun dapat mehyamainya, dan demikian pula halnya
suatu rangkaian pengalaman hidup yang unik tidak dapat benar-benar disamai oleh
pengalaman siapapun, Pengalaman tidaklah sekedar bertambah, akan tetapi
menyatu. Kepribadian tidaklah dibangun dengan menyusun suatu peristiwa di atas
peristiwa lainnya sebagaimana membangun tembok bata. meniru satu sama lainnya,
akan tetapi mereka juga berusaha untuk memiliki identitas sendiri. Anak-anak
yang lebih muda seringkali menolak kegiatan yang telah dikerjakan dengan baik
oleh kakak-kakaknya, dan mencari pengakuan melalui kegiatan-kegiatan lainnya.
Tanpa disadari, orang tua membantu proses seleksi ini. Seorang ibu dapat
mengatakan, “Susi si kecil adalah pembantu mama, tetapi aku pikir Anna akan
menjadi anak perempuan yang kelaki-lakian”, ketika Susi mulai merapikan meja,
sedangkan Anna sedang berjumpalitan di tangga, Jadi dalam hubungan ini dan
dalam banyak hal lainnya setiap pengalaman hidup seseorang adalah unik. Unik
dalam pengertian tidak seorangpun mengalami serangkaian pengalaman seperti ini
dengan cara yang persis sama dan unik dalam pengertian bahwa tidak seorangpun
mempunyai latar belakang pengalaman yang sama, setiap peristiwa baru akan
menimbulkan pengaruh yang akan dapat diperoleh suatu makna.
Studi Kasus
Indonesia
pernah dihebohkan dengan beredarnya video kekerasan sejumlah siswa di salah
satu Sekolah Dasar Swasta di Kota Bukittinggi Sumatera Barat. Dalam video yang
diunggah di jejaring youtube tersebut tampak seorang siswi berpakaian seragam
SD dan berjilbab berdiri di pojok ruangan. Sementara beberapa siswa termasuk
siswi lainnya secara bergantian melakukan pemukulan dan tendangan. Sang siswi
yang menjadi obyek kekerasan tersebut tampak tidak berdaya/pasrah dan menangis
menerima perlakuan kasar teman-temannya itu. Tampak pula adegan tendangan salah
seorang siswa yang dilakukan sambil melompat bak aktor laga. Di sela-sela
penyiksaan, ada juga siswa yang tertawa-tawa sambil menghadap kamera dan
terdengar pula ungkapan dalam bahasa minang yang meminta agar aksi tersebut
dihentikan. Dari penjelasan yang didapat di media sosial youtube bisa di
simpulkan bahwa karakter yang dimiliki oleh anak-anak yang menyiksa temannya
itu kurang baik, maka dari itu pembentukan karakter padi siswa itu harus
dilakukan sejak dini mungkin agar tidak terjadi hal-hal yang seperti itu lagi.
Kesimpulan
Dari pelatihan
yang akan diselenggarakan ini mengenai Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang. Agar setiap siswa atau individu memiliki karakter
yang baik dan mampu meninggalkan hal-hal yang tak berguna. Apabila karakter
siswa di bentuk sejak dini mungkin nanti saat mereka sudah mulai beranjak
dewasa sudah memiliki karakter yang baik dan meninggalkan karakter yang tidak
bagus.
Didalam
sekolah peran guru sangat penting, karena didalam sekolahan siswa-siswi akan
menemui berbagai macam kejadian baik atau tidaknya mereka pernah melakukan hal
yang tidak benar.
Bila
pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau
masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan
bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan
sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan semakin ketinggalan dari
negara-negara lain.
Glosarium
konservatif :Bersikap mempertahankan keadaan,
kebiasaan, dan tradisi yg berlaku.
kolot :Tidak modern
konvensional :Berdasarkan
konvensi (kesepakatan) umum (spt adat, kebiasaan, kelaziman)
tradisional :Sikap dan cara
berpikir serta bertindak yg selalu berpegang teguh pd norma dan adat kebiasaan
yg ada secara turun-temurun.
IQ : Ukuran kemampuan intelektual,
analisis, logika, dan rasio seseorang
Subsconscious :Pikiran
bawah sadar
Belief system :Kepercayaan
Self-image :Citra diri
Habit :Kebiasaan
Conscious :Pikiran
sadar
Daftar Pustaka
http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/pengertian-karakter.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ucapkan Salam